KABUPATEN Musi Rawas sesungguhnya kaya dengan kearifan lokal. Konten budaya lokal yang sudah langka itu, bisa menjadi senjata ampuh dalam mewujudkan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Musi Rawas yang rukun, damai dan sejuk.
Potret kearifan lokal di Musi Rawas, bisa menjadi suplemen pemikiran bagi pasangan calon yang akan melakukan pendaftaran pada 26 Juli mendatang, dalam mewujudkan tahapan proses demokrasi yang santun dan berbudaya.
Konten kearifan lokal di Musi Rawas bisa jadi oase ditengah suasana panas. Kearifan lokal pula bisa meredam amarah, sekaligus membumikan musyawarah tanpa membuat ‘luka politik’ antarmasyarakat, antarpendukung sekaligus antarpasangan calon.
Sejauh pengamatan penulis selama ini, kearifan lokal Musi Rawas kurang diperhatikan. Kadar politik masih diukur dan dikelola dengan banyaknya atribut politik disetiap sudut desa dan kecamatan. Padahal, jika kearifan lokal dikelola dengan baik, bisa menjadi resolusi dalam proses demokrasi. Derajatnya bisa melahirkan relawan-relawan demokrasi yang ulung, karena semuanya bergerak atas dasar kesukarelawanan.
Dikutip dari artikel Abdur Rozak, Peneliti IRE Yogyakarta seperti dikutip lontarmadura.com, salah satu contoh kearifan lokal yang bisa dikelola di Musi Rawas dalam menyelesaikan konflik adalah
media tepung tawar.
‘Tepung Tawar’ berlaku apabila ada konflik kekerasan yang saling melukai satu sama lain sehingga terjadi perdamaian. Dalam prosesnya, antartokoh adat akan berinisiatif menemui sang keluarga yang bertikai untuk mencari kebenaran asal usul dan penyebab pertikaian.
Setelah dipertemukan, tokoh adat dari pihak yang bersalah kemudian mendatangi keluarga pihak yang bertikai lainnya sambil membawa “Punjung Mentah”—sebagai sebagai alat atau sarana yang harus dibawah kepada keluarga korban yang didalamnya berisi kopi, gula dan beras 2 kilo. 1 ekor ayam dan sebungkus rokok.
Punjung mentah itu, sebagai bentuk ungkapan penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarga korban. Kalau sudah punjung mentah ini dibawa, biasanya keluarga korban merasa puas dan dihormati dan langsung menerima ungkapan maaf itu dengan lapang dada tanpa ada perasaan dendam.
Usai pemberian punjung mentah, kemudian dilanjutkan dengan tradisi tepung tawar, pemuda atau orang yangsaling bertikai itu kemudian saling mengoleskan tepung tawar di badannya. Sesudah itu, maka kedua pemuda yang bertikai tadi sudah dianggap menjadi bagian dari saudaranya sendiri. Usai melakukan tradisi punjung mentah dan tepung tawar, konflik yang sudah memanas akan mereda.
Media tepung tawar ini, tidak hanya berlaku bagi komunitas yang seidentitas budaya saja. Melainkan juga dapat dilakukan oleh orang luar yang kebetulan sedang berselisih paham atau berkonflik dengan orang adat Musirawas.
Kekayaan kearifan lokal di Musi Rawas juga tergambar dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim IRE Daerah Sumatera Selatan. Menurut Joko HP, salah seorang peneliti, mengatakan, Musi Rawas memiliki setidaknya 4700 jiwa Suku Anak Dalam (SAD). Mereka bermukim secara nomaden.
SAD tersebar di beberapa wilayah, seperti Desa Sungai Kijang Kecamatan Rawas Ulu, Desa Bumi Agung dan Desa Ketuan III Kec. Muara Beliti, Desa Sukorejo Kec. BKL. Ulu Terawas serta masih tersebar di pelbagai tempat lainnya.
Nah, dalam komunitas SAD ini, Tim IRE Daerah Sumatera Selatan menekukan, mereka tahu bagaimana hidup demokratis dan ramah serta akrab terhadap lingkungan di mana mereka tinggal.
Demokratis dalam pengertian, SAD selalu menghindari konflik dengan komunitasnya sendiri maupun dengan yang lain. Dengan pola fikir dan kehidupan yang sangat sederhana, mereka punya kemampuan menjaga harmonisasi dalam interaksi antar individu dengan mengedepankan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri.
Dengan tradisi konvensional inilah, di Musi Rawas maupun di berbagai tempat yang di huni komunitas SAD, hampir tidak ditemukan konflik antar komunitas maupun antara SAD dengan suku lainnya dalam satu wilayah.
Kesimpulan
Tahapan Pilkada di Musi Rawas tahun 2015 harus menjadi momentum terbaik mewujudkan proses demokrasi yang sejuk. Penyelenggara Pemilu yakni KPU Musi Rawas sudah berusaha membuka ruang komunikasi dan koordinasi dengan stakedolder sehingga dalam prosesnya berjalan transparan.
Namun, yang tak bisa dilupakan adalah, penyelenggara pemilu tidak bisa menjamah seluruh ‘aset’ kearifan lokal yang dimiliki oleh Musi Rawas untuk diberdayakan secara bersama-sama tanpa dukungan dari semua pihak.
Semoga, dan harapan kita semua seluruh proses tahapan pilkada Musi Rawas berjalan dalam kedamaian, dan akan melahirkan kearifan lokal yang lebih bermutu dengan memberdayakannya dalam tahapan pilkada yang sekarang sedang berlangsung. sehabuddin
Disclaimer: opini ini tidak mewakili penyelenggara pemilu khusunya KPU Kabupaten Musirawas, melainkan gagasan pribadi dari admin sebagai bentuk pencerdasan kepada pemilih dan bakal pasangan calon untuk mewujudkan pilkada Musi Rawas yang berkualitas.